Minggu, 29 Januari 2017

Benar Mau Jadi Dokter, Baca Ini Dulu!

Saat mendekati detik-detik ujian masuk perguruan tinggi, kotak email di jejaring sosial saya akan penuh dengan pertanyaan "Bagaiamana caranya masuk fakultas kedokteran?" Semakin tahun, pendaftar yang memilih fakultas kedokteran sebagai bidang studi bukannya semakin berkurang malah terus bertambah.
Padahal gosip mahalnya biaya pendidikan kedokteran terus saja santer terdengar. Bukan hanya puluhan juta malah bahkan ada yang ratusan juta. Entah darimana gosip tersebut terus berkembang hingga muncul pemikiran tersendiri bahwa hanya orang kaya saja yang bisa masuk ke fakultas bergengsi tersebut.
Terlepas dari berbagai pemikiran di atas, kerap kali saya selalu menanyakan kembali kepada calon mahasiswa tersebut, "Kenapa ingin jadi dokter?" Pertanyaan sederhana yang membuat mereka berpikir bahwa menjadi dokter bukan sekadar gaya-gayaan masuk ke fakultas bergengsi atau sekadar membanggakan orangtua. Bukan itu. Menjadi dokter adalah panggilan jiwa yang tidak hanya membutuhkan hati yang bersih tetapi juga otak yang mumpuni.
Menjadi dokter bukan sekadar sanggup membayar "uang masuk" namun juga harus kuat "isi otaknya" bersaing secara sehat dengan pelajar hebat lainnya. Bahwa benar Indonesia hingga saat ini masih membutuhkan dokter karena total jumlah dokter hanya 110.000 dengan rasio 1:3.000 penduduk*.
Namun bukan berarti 72 fakultas kedokteran yang ada di Indonesia harus selalu diserbu peminat hanya karena negeri kita masih butuh dokter. Apalah arti banyak fakultas kedokteran jika lulusan dokter terus berkurang mutunya karena "isi otak" yang kurang dibandingkan "isi dompet".

"Menjadi dokter bukan sekadar sanggup membayar "uang masuk" namun juga harus kuat "isi otaknya" bersaing secara sehat dengan pelajar hebat lainnya"

Isi otak dan isi hati berperan penting dalam pembelajaran menjadi dokter yang handal karena perjalanan menjadi dokter bukan perjalanan singkat seperti fakultas lain. Wajar kiranya karena dokter berhadapan dengan manusia yang mempunyai hati juga. Kesembuhan tidak saja bergantung dari kepintaran seorang dokter tetapi ditunjang oleh etika dan tata krama seorang dokter menghadapi pasien.
Dua hal inilah yang sekiranya perlu dipikirkan ulang oleh calon mahasiswa kedokteran. Sudah siapkah menghabiskan waktu minimal enam tahun untuk selalu belajar, jatah tidur berkurang bahkan mental diuji selalu karena berhadapan dengan pasien gawat?
Sudah siapkah mengurangi jatah bermain dan hidup enak? Bahkan jauh perlu dipikirkan jika menjadi dokter karena tulus mengabdikan diri, sudah siapkah bekerja di daerah terpelosok dan bukan hanya menjadi dokter di perkotaan?
Jika Anda berpikir hidup menjadi dokter itu bergelimang harta karena pasiennya banyak, Anda saya sarankan untuk berpindah haluan dari awal. Banyak hal sebenarnya yang harus dipikirkan ulang ketika ingin menjadi dokter. Bukan hanya karena dipaksa orang tua yang ingin anaknya menjadi dokter. Jangan sampai sudah masuk tetapi keluar lagi lantaran "otak" dan "mental" yang tidak kuat.

http://jurnal.selasar.com/gaya-hidup/benar-mau-jadi-dokter-baca-ini-dulu

Artikel Terkait